Tampilkan postingan dengan label PERS DI INDONESIA. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label PERS DI INDONESIA. Tampilkan semua postingan

Minggu, 08 April 2012


PERS DI INDONESIA
Oleh: Wiwit Hermanto

     A.    PENGANTAR
  Kehidupan didunia tidak bisa lepas dari media massa dan demikian juga sebaliknya, media massa tidak bisa melepaskan diri dari dunia, hal ini disebabkan karena hubungan keduanya sangat erat sehingga menjadi saling bergantung dan saling membutuhkan. Segala yang ada di dunia menjadi sumber informasi bagi media massa, media massa mempunyai tugas dan kewajiban – selain menjadi sarana dan prasarana komunikasi – untuk mengakomodasi segala jenis isi dunia dan peristiwa-peristiwa di dunia ini melalui pemberitaan atau publikasinya dalam berbagai  macam wujud seperti berita, artikel, laporan penelitian, dan lain sebagainya dari yang kurang menarik sampai yang sangat menarik, dari yang tidak menyenangkan sampai yang sangat menyenangkan.
Dengan kata lain, dunia mempunyai peranan dan kekuatan untuk mempengaruhi media massa; dan sebaliknya, media massa juga mempunyai peranan dan kekuatan yang begitu besar terhadap dan bagi dunia ini, terlebih dalam segala sesuatu yang berkaitan dengan manusia dengan segala aspek yang melingkupinya. Oleh karena itu, dalam komunikasi melalui media massa, media massa dan manusia mempunyai hubungan saling ketergantungan dan saling membutuhkan karena masing-masing saling mempunyai kepentingan, masing-masing saling memerlukan. Media massa membutuhkan berita dan informasi untuk publikasinya baik untuk kepentingan media itu sendiri maupun untuk kepentingan orang atau institusi lainnya; di lain pihak, manusia membutuhkan adanya pemberitaan, publikasi untuk kepentingan-kepentingan tertentu.
Dengan “keadaan” yang saling membutuhkan itu maka diperlukan kebebasan bagi media massa yang perlu juga diatur dalam peraturan yang disepakati bersama sehingga dapat terkendali demi kepentingan bersama. Untuk mengendalikan media massa di Indonesia sudah dikeluarkan Undang-undang, yang terakhir adalah UU No 32 tahun 2005 yang mengatur kebebasan Pers di Indonesia. Selain perturan yang berupa undang-undang itu diperlukan juga peran serta semua pihak untuk menciptakan sistem pers yang cocok dengan kultur atau budaya Negara kita. Artinya kebebasan tersebut ada batasnya dan kebebasan tersebut harus dapat dipertangungjawabkan.
Kebebasan pers di Indonesia saat ini memberikan kekuatan yang strategis sekaligus memberi warna baru bagi bangsa Indonesia setelah sekian lama terkekang, terutama dijaman pemerintahan Soeharto. Kebebasan pers ini dimulai dari jaman pemerintahan Habibie yang cenderung berpikiran liberal dikarenakan latar belakang pendidikannya yang berlatarbelakang pendidikan barat. Dengan keberagaman etnik dan suku di Indonesia, memerlukan media massa sebagai alat pemersatu.
Dalam masa pemerintahan Habibie media massa mulai terbebas dari belenggu dan ancaman pemberedelan seperti diera Soeharto. Pers di Indonesia mulai berkembang menuju kearah kebebasan. Pers dapat memberitakan semua hal bahkan sering berseberangan dengan pemerintah sehingga sering masyarakat mendapatkan berita yang berbeda antara pemerintah dan media. Pers lebih cenderung memberitakan hal-hal yang negatif seperti kekurangan yang dilakukan pemerintah, menyalahkan suatu hal dalam masyarakat yang sering menimbulkan polemik bahkan kontroversi.
Dapat dikatakan pers telah memberi warna bagi masyarakat, saat ini marssyarakat dapat dengan cepat mengetahui berbagai informasi walaupun informasi tersebut sudah banyak mendapat pengurangan atau penambahan informasi (distorsi informasi). Pers kita lebih memikirkan bagaimana cara mendongkrak sharring atau ratting bagi media elektronik dan tiras atau oplah bagi media cetak dengan memberitakan hal-hal yang bombastis.

B.     URAIAN

Media massa dianggap sebagai salah satu agen perubahan yang amat berperan dalam perubahan dimasyarakat. Media massa dapat mendorong masyarakat kearah yang negatif atau sebaliknya kearah perbaikan menuju yang yang lebih baik. Dampak negatif misalnya masyarakat dengan mudah meniru perbuatan kriminal yang diberitakan media atau contoh lain yang sudah pernah terjadi seperti anak-anak yang meniru adegan kekerasan dan kemudian mencontohnya sehingga temannya masuk rumah sakit. Dampak positifnya, masyarakat dapat berpikir kritis terhadap kebijakan yang diterapkan pemerintah misalnya. Artinya, hegemoni negara sudah bisa dilucuti, pemerintah hanya sebagai fasilitasi dalam pembuatan atau penyusunan kebijakan.
Sebagai agen perubahan tersebut adalah salah satu hal yang dijalankan media massa di Indonesia saat ini seiring dengan gerakan reformasi diberbagai bidang. Fungsi media massa:
1.      Memberi informasi
2.      Menginterpretasikan
3.      Membimbing atau mendidik
4.      Menghibur. (Sr. Maria Assumpta Rumanti OSF, 2002: 133)
Rosady Ruslan memberi tamabahan tentang fungsi media massa sebagai berikut:
1.      Kontrol sosial
2.      Memberi informasi
3.      Menginterpretasikan
4.      Membimbing
5.      Mendidik
6.      Menghibur pembaca. (Rosady Ruslan, 2007: 55)
Media massa sebagai agen perubahan sebagai kontrol sosial masyarakat artinya media massa harus dapat memberikan informasi yang tepat dan juga berguna. Media massa jangan hanya berpikir membuat sensasi saja dengan menggunakan berbagai cara sehingga meninggakan fungsi utamanya.
Melihat fungsi tersebut, media massa di Indonesia harus memuat berita yang baik sekaligus menarik dengan syarat:
1.      Akurat (accurate), yakni singkat, padat, dan sesuai kenyataan
2.      Tepat waktu dan aktual
3.      Objektif, artinya  sama dengan fakta yang sebenarnya tanpa opini penulisnya yang dibuat-buat
4.      Menarik, artinya apa yang disajikan itu terdiri dari fakta-fakta dan kalimat yang khas, segar dan enak dibaca. (Rachmadi F, 1994: 91)
Untuk media penyiaran, di Indonesia aspirasi masyarakat sipil sudah termanifestasikan melalui KPI (meski KPI sering kelimpungan menghadapi industri yang keras kepala). Secara bisnis, bisnis media massa Indonesia sudah amat leluasa, bahkan cenderung mendominasi. Dominasi ini yang makin lama membawa dunia pers Indonesia ke Pers Liberal yang tidak menghargai kebebasan orang lain bahkan mengganggu privasi orang atau sebuah lembaga  yang sering “diinjak” haknya.
Berita  yang mengundang kontroversi dapat dikatakan mengundang berbagai opini dan pertentangan ditatanan masyarakat. Pers dilihat atau dinilai masyarakat sehingga masyarakat dapat menentukan sikap terhadap pemberitaan sebuah informasi apakah dapat diterima atau tidak. Agar dapat diterima, pers dalam memilih dan menyajikan pemberitaan agar tetap eksis dan menjadi besar dengan cara membuat positioning dengan tahap-tahap:
1.      Menumbuhkan fanatisme pembaca
2.      Menciptakan kesetiaan pembaca
3.      Menjadikan media tersebut sebagai lambang status atau “gengsi”, dimana pembaca merasa bangga membeli atau membaca media tersebut.
(Asep Syamsul M. Romli:2006: 103)
Dalam iklim kebebasan media, menentukan kelayakan berita, meninggalkan sensor eksternal dari negara. Dengan demikian, etika menjadi signifikan dalam proses pemberitaan. Masalah muncul karena yang dominan dipakai media massa Indonesia adalah etika teknis yang amat rentan bagi publik dalam konteks kompetisi industrial. Di sisi lain, menyambut liberalisasi, kita dihadapkan fakta, ada perbedaan bentuk kontrol negara dan kontrol pasar.


C.    KESIMPULAN

Media massa yang ada di Indonesia saat ini sudah mulai mengarah ke Pers Liberal, yang ditandai dengan, pers merasa berhak untuk menyebarkan segala macam informasi tanpa harus menyaringnya terlebih dahulu. Bahkan pers banyak yang melakukan pemotongan pernyataan narasumber sehingga makna pesan berubah dan membuat masyarakat menjadi polemik. Idealisme pers untuk menjadi angin perubahan adalah hal yang mulia tapi perlu juga diingat semua perbuatan harus dipertanggungjawabkan. Jika semua pihak dapat saling menghargai niscaya hidup akan menadi indah.
Diperlukan suatu aturan yang bukannya membatasi gerak pers tapi untuk menjadi aturan yang membawa kemaslahatan bagi semua. Pers Liberal yang banyak digunakan dibarat jangan hanya dimakan mentah saja tetapi juga harus diberi filter sehingga dapat menjaga hak setiap orang. Jangan karena selama 32 tahun dalam pemerintahan Soeharto yang saat itu pers dikekang, maka saat ini saat pers diberikan kebebasan kemudian bisa bebas tanpa kontrol.
Yang harus digaris bawahi adalah pers sebagai kontrol sosial yang maknanya sangat luas. Era reformasi telah membawa angin perubahan tetapi juga harus diingat pers bukan hanya untuk industrialisasi saja tetapi juga membawa misi mulia yaitu untuk memberikan warna bagi pembangunan bangsa dan negara. Dengan pembuatan UU Pers diharap dapat membuka suasana persaingan pers yang sehat dan dinamis dan juga menghindari Pers Liberal yang tanpa kekang atau kontrol. Disinilah etika pers yang menjadi pondasi bagi pelaku media.
  
DAFTAR PUSTAKA

Romli, Asep Syamsul M. 2006. Jurnalistik Praktis Untuk Pemula. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Ruslan, Rosady. 2007. Kampanye Public Relations. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada
Rumanti, Maria Assumpta OSF. 2005. Dasar-dasar Public Relations Teori dan Praktek. Jakarta: PT Grasindo
Rachmadi, F. 1994. Public Relations Dalam Teori dan Praktek. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama