PERS DI INDONESIA
Oleh: Wiwit Hermanto
A. PENGANTAR
Kehidupan didunia tidak bisa lepas dari media massa dan demikian juga sebaliknya, media massa
tidak bisa melepaskan diri dari dunia, hal ini disebabkan karena hubungan
keduanya sangat erat sehingga menjadi saling bergantung dan saling membutuhkan.
Segala yang ada di dunia menjadi sumber informasi bagi media massa, media massa
mempunyai tugas dan kewajiban – selain menjadi sarana dan prasarana komunikasi
– untuk mengakomodasi segala jenis isi dunia dan peristiwa-peristiwa di dunia
ini melalui pemberitaan atau publikasinya dalam berbagai macam wujud seperti berita, artikel, laporan
penelitian, dan lain sebagainya dari yang kurang menarik sampai yang sangat
menarik, dari yang tidak menyenangkan sampai yang sangat menyenangkan.
Dengan kata lain, dunia mempunyai peranan dan kekuatan untuk mempengaruhi
media massa; dan sebaliknya, media massa juga mempunyai peranan dan kekuatan
yang begitu besar terhadap dan bagi dunia ini, terlebih dalam segala sesuatu
yang berkaitan dengan manusia dengan segala aspek yang melingkupinya. Oleh
karena itu, dalam komunikasi melalui media massa, media massa dan manusia
mempunyai hubungan saling ketergantungan dan saling membutuhkan karena
masing-masing saling mempunyai kepentingan, masing-masing saling memerlukan.
Media massa membutuhkan berita dan informasi untuk publikasinya baik untuk
kepentingan media itu sendiri maupun untuk kepentingan orang atau institusi
lainnya; di lain pihak, manusia membutuhkan adanya pemberitaan, publikasi untuk
kepentingan-kepentingan tertentu.
Dengan “keadaan” yang saling membutuhkan itu maka diperlukan kebebasan
bagi media massa yang perlu juga diatur dalam peraturan yang disepakati bersama
sehingga dapat terkendali demi kepentingan bersama. Untuk mengendalikan media
massa di Indonesia sudah dikeluarkan Undang-undang, yang terakhir adalah UU No
32 tahun 2005 yang mengatur kebebasan Pers di Indonesia. Selain perturan yang
berupa undang-undang itu diperlukan juga peran serta semua pihak untuk
menciptakan sistem pers yang cocok dengan kultur atau budaya Negara kita.
Artinya kebebasan tersebut ada batasnya dan kebebasan tersebut harus dapat
dipertangungjawabkan.
Kebebasan pers di Indonesia saat ini memberikan kekuatan yang strategis
sekaligus memberi warna baru bagi bangsa Indonesia setelah sekian lama
terkekang, terutama dijaman pemerintahan Soeharto. Kebebasan pers ini dimulai
dari jaman pemerintahan Habibie yang cenderung berpikiran liberal dikarenakan
latar belakang pendidikannya yang
berlatarbelakang pendidikan barat. Dengan keberagaman etnik dan suku di Indonesia,
memerlukan media massa sebagai alat pemersatu.
Dalam masa pemerintahan
Habibie media massa mulai terbebas dari belenggu dan ancaman pemberedelan
seperti diera Soeharto. Pers di Indonesia mulai berkembang menuju kearah
kebebasan. Pers dapat memberitakan semua hal bahkan sering berseberangan dengan
pemerintah sehingga sering masyarakat mendapatkan berita yang berbeda antara
pemerintah dan media. Pers lebih cenderung memberitakan hal-hal yang negatif
seperti kekurangan yang dilakukan pemerintah, menyalahkan suatu hal dalam
masyarakat yang sering menimbulkan polemik bahkan kontroversi.
Dapat dikatakan pers telah
memberi warna bagi masyarakat, saat ini marssyarakat dapat dengan cepat
mengetahui berbagai informasi walaupun informasi tersebut sudah banyak mendapat
pengurangan atau penambahan informasi (distorsi informasi). Pers kita lebih
memikirkan bagaimana cara mendongkrak sharring atau ratting bagi media
elektronik dan tiras atau oplah bagi media cetak dengan memberitakan hal-hal
yang bombastis.
B.
URAIAN
Media massa dianggap sebagai salah satu agen perubahan
yang amat berperan dalam perubahan dimasyarakat. Media massa dapat mendorong
masyarakat kearah yang negatif atau sebaliknya kearah perbaikan menuju yang
yang lebih baik. Dampak negatif misalnya masyarakat dengan mudah meniru
perbuatan kriminal yang diberitakan media atau contoh lain yang sudah pernah
terjadi seperti anak-anak yang meniru adegan kekerasan dan kemudian
mencontohnya sehingga temannya masuk rumah sakit. Dampak positifnya, masyarakat
dapat berpikir kritis terhadap kebijakan yang diterapkan pemerintah misalnya. Artinya,
hegemoni negara sudah bisa dilucuti, pemerintah hanya sebagai fasilitasi dalam
pembuatan atau penyusunan kebijakan.
Sebagai agen perubahan tersebut adalah salah
satu hal yang dijalankan media massa di Indonesia saat ini seiring dengan
gerakan reformasi diberbagai bidang. Fungsi media massa:
1.
Memberi informasi
2.
Menginterpretasikan
3.
Membimbing atau mendidik
4.
Menghibur. (Sr. Maria Assumpta
Rumanti OSF, 2002: 133)
Rosady
Ruslan memberi tamabahan tentang fungsi media massa sebagai berikut:
1.
Kontrol sosial
2.
Memberi informasi
3.
Menginterpretasikan
4.
Membimbing
5.
Mendidik
6.
Menghibur pembaca. (Rosady Ruslan,
2007: 55)
Media massa sebagai agen perubahan sebagai
kontrol sosial masyarakat artinya media massa harus dapat memberikan informasi
yang tepat dan juga berguna. Media massa jangan hanya berpikir membuat sensasi
saja dengan menggunakan berbagai cara sehingga meninggakan fungsi utamanya.
Melihat fungsi tersebut, media massa di
Indonesia harus memuat berita yang baik sekaligus menarik dengan syarat:
1.
Akurat (accurate), yakni singkat,
padat, dan sesuai kenyataan
2.
Tepat waktu dan aktual
3.
Objektif, artinya sama dengan fakta yang sebenarnya tanpa opini
penulisnya yang dibuat-buat
4.
Menarik, artinya apa yang
disajikan itu terdiri dari fakta-fakta dan kalimat yang khas, segar dan enak
dibaca. (Rachmadi F, 1994: 91)
Untuk media penyiaran, di Indonesia aspirasi
masyarakat sipil sudah termanifestasikan melalui KPI (meski KPI sering
kelimpungan menghadapi industri yang keras kepala). Secara bisnis, bisnis media
massa Indonesia sudah amat leluasa, bahkan cenderung mendominasi. Dominasi ini
yang makin lama membawa dunia pers Indonesia ke Pers Liberal yang tidak
menghargai kebebasan orang lain bahkan mengganggu privasi orang atau sebuah
lembaga yang sering “diinjak” haknya.
Berita
yang mengundang kontroversi dapat dikatakan mengundang berbagai opini
dan pertentangan ditatanan masyarakat. Pers dilihat atau dinilai masyarakat
sehingga masyarakat dapat menentukan sikap terhadap pemberitaan sebuah
informasi apakah dapat diterima atau tidak. Agar dapat diterima, pers dalam
memilih dan menyajikan pemberitaan agar tetap eksis dan menjadi besar dengan
cara membuat positioning dengan tahap-tahap:
1.
Menumbuhkan fanatisme pembaca
2.
Menciptakan kesetiaan pembaca
3.
Menjadikan media tersebut sebagai
lambang status atau “gengsi”, dimana pembaca merasa bangga membeli atau membaca
media tersebut.
(Asep
Syamsul M. Romli:2006: 103)
Dalam iklim kebebasan media, menentukan
kelayakan berita, meninggalkan sensor eksternal dari negara. Dengan demikian,
etika menjadi signifikan dalam proses pemberitaan. Masalah muncul karena yang
dominan dipakai media massa Indonesia adalah etika teknis yang amat rentan bagi
publik dalam konteks kompetisi industrial. Di sisi lain, menyambut
liberalisasi, kita dihadapkan fakta, ada perbedaan bentuk kontrol negara dan
kontrol pasar.
C. KESIMPULAN
Media massa yang ada di Indonesia saat ini
sudah mulai mengarah ke Pers Liberal, yang ditandai dengan, pers merasa berhak
untuk menyebarkan segala macam informasi tanpa harus menyaringnya terlebih
dahulu. Bahkan pers banyak yang melakukan pemotongan pernyataan narasumber
sehingga makna pesan berubah dan membuat masyarakat menjadi polemik. Idealisme
pers untuk menjadi angin perubahan adalah hal yang mulia tapi perlu juga
diingat semua perbuatan harus dipertanggungjawabkan. Jika semua pihak dapat
saling menghargai niscaya hidup akan menadi indah.
Diperlukan suatu aturan yang bukannya membatasi
gerak pers tapi untuk menjadi aturan yang membawa kemaslahatan bagi semua. Pers
Liberal yang banyak digunakan dibarat jangan hanya dimakan mentah saja tetapi
juga harus diberi filter sehingga dapat menjaga hak setiap orang. Jangan karena
selama 32 tahun dalam pemerintahan Soeharto yang saat itu pers dikekang, maka
saat ini saat pers diberikan kebebasan kemudian bisa bebas tanpa kontrol.
Yang harus digaris bawahi adalah pers sebagai
kontrol sosial yang maknanya sangat luas. Era reformasi telah membawa angin
perubahan tetapi juga harus diingat pers bukan hanya untuk industrialisasi saja
tetapi juga membawa misi mulia yaitu untuk memberikan warna bagi pembangunan
bangsa dan negara. Dengan pembuatan UU Pers diharap dapat membuka suasana
persaingan pers yang sehat dan dinamis dan juga menghindari Pers Liberal yang
tanpa kekang atau kontrol. Disinilah etika pers yang menjadi pondasi bagi
pelaku media.
DAFTAR
PUSTAKA
Romli, Asep Syamsul M. 2006. Jurnalistik Praktis Untuk Pemula. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya
Ruslan, Rosady. 2007. Kampanye Public Relations. Jakarta: PT
Rajagrafindo Persada
Rumanti, Maria Assumpta OSF. 2005. Dasar-dasar Public Relations Teori
dan Praktek. Jakarta: PT Grasindo
Rachmadi, F. 1994. Public Relations Dalam Teori dan Praktek. Jakarta:
PT Gramedia Pustaka Utama