Tampilkan postingan dengan label PERS SEBAGAI KONTROL SOSIAL. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label PERS SEBAGAI KONTROL SOSIAL. Tampilkan semua postingan

Selasa, 20 Maret 2012

PERS SEBAGAI KONTROL SOSIAL


PERS SEBAGAI
KONTROL SOSIAL
DALAM UU No. 40 TAHUN 1999
Oleh: Wiwit Hermanto

  1. Latar Belakang
Kehidupan didunia tidak bisa lepas dari media massa dan demikian juga sebaliknya, media massa tidak bisa melepaskan diri dari dunia. Hal ini disebabkan karena hubungan keduanya sangat erat sehingga menjadi saling bergantung dan saling membutuhkan. Media massa mempunyai tugas dan kewajiban – selain menjadi sarana dan prasarana komunikasi – untuk mengakomodasi segala jenis isi dunia dan peristiwa-peristiwa di dunia ini melalui pemberitaan atau publikasinya. Dengan pemberitaan atau publikasi ini, media massa dikatakan sebagai agen perubahan, dapat merubah pola piker dan pandangan manusia terhadap suatu masalah tertentu.
Pemberitaan atau publikasi ini terdiri dari berbagai  macam wujud seperti berita, artikel, laporan penelitian, dan lain sebagainya. Dengan kata lain, dunia mempunyai peranan dan kekuatan untuk mempengaruhi media massa; dan sebaliknya, media massa juga mempunyai peranan dan kekuatan yang begitu besar terhadap dunia ini, terlebih dalam segala sesuatu yang berkaitan dengan manusia dengan segala aspek yang melingkupinya. Peran dan kekuatan media massa ini banyak dimanfaatkan demi kepentingan manusia yang tergantung pada media massa dalam hal pemberitaan atau publikasi.
Media massa dan manusia mempunyai hubungan saling ketergantungan dan saling membutuhkan karena masing-masing saling mempunyai kepentingan dan saling memerlukan. Media massa membutuhkan berita dan informasi untuk publikasinya baik untuk kepentingan media itu sendiri maupun untuk kepentingan orang atau institusi lainnya; di lain pihak, manusia membutuhkan adanya pemberitaan, publikasi untuk kepentingan-kepentingan tertentu. Dengan “keadaan” yang saling membutuhkan itu maka diperlukan kebebasan bagi media massa yang perlu juga diatur dalam peraturan yang disepakati bersama sehingga dapat terkendali demi kepentingan bersama. Untuk mengendalikan media massa di Indonesia dikeluarkanlah UU No 40 tahun 1999 yang kemudian disempurnakan dengan UU No 32 tahun 2002 yang mengatur kebebasan Pers di Indonesia.
  1. Pembahasan
Media massa adalah alat yang digunakan dalam penyampaian pesan-pesan dari sumber kepada khalayak (menerima) dengan menggunakan alat-alat komunikasi mekanis seperti surat kabar, film, radio, TV (Cangara, 2002). Effendy (2000) kemudian menambahkan bahwa, media massa digunakan dalam komunikasi apabila komunikasi berjumlah banyak dan bertempat tinggal jauh. Media massa yang banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari umumnya adalah surat kabar, radio, televisi, dan film bioskop, yang beroperasi dalam bidang informasi, edukasi dan rekreasi, atau dalam istilah lain penerangan, pendidikan, dan hiburan. Keuntungan komunikasi dengan menggunkan media massa adalah bahwa media massa menimbulkan keserempakan artinya suatu pesan dapat diterima oleh komunikan yang jumlah relatif banyak. Jadi untuk menyebarkan informasi, media massa sangat efektif yang dapat mengubah sikap, pendapat dan perilaku komunikasi.
Media massa adalah alat-alat dalam komunikasi yang bisa menyebarkan pesan secara serempak, cepat kepada audience yang luas dan heterogen. Kelebihan media massa dibanding dengan jenis komunikasi lain adalah ia bisa mengatasi hambatan ruang dan waktu. Bahkan media massa mampu menyebarkan pesan hampir seketika pada waktu yang tak terbatas (Nurudin, 2007). Media massa memberikan informasi tentang perubahan, bagaimana hal itu bekerja dan hasil yang dicapai atau yang akan dicapai.
Fungsi utama media massa adalah untuk memberikan informasi pada kepentingan yang menyebarluas dan mengiklankan produk. Ciri khas dari media massa yaitu tidak ditujukan pada kontak perseorangan, mudah didapatkan, isi merupakan hal umum dan merupakan komunikasi satu arah. Peran utama yang diharapkan dihubungkan dengan perubahan adalah sebagai pengetahuan pertama. Peran media massa sebagai agen perubahan adalah salah satu hal yang dijalankan media massa di Indonesia saat ini seiring dengan gerakan reformasi diberbagai bidang. Media massa dapat dikatakan sebagai agen perubahan karena fungsi media massa seperti dikatakan oleh Rakhmat adalah media massa memenuhi kebutuhan akan fantasi dan informasi . Pendapat lain mengatakan tentang fungsi media massa:
1.       Memberi informasi
2.       Menginterpretasikan
3.       Membimbing atau mendidik
4.       Menghibur. (Sr. Maria Assumpta Rumanti OSF, 2002: 133)
Rosady Ruslan kemudian memberi tambahan tentang fungsi media massa sebagai berikut:
1.       Kontrol sosial
2.       Memberi informasi
3.       Menginterpretasikan
4.       Membimbing
5.       Mendidik
6.       Menghibur pembaca. (Rosady Ruslan, 2007: 55)
Media massa sebagai agen perubahan sebagai kontrol sosial masyarakat artinya media massa harus dapat memberikan informasi yang tepat dan juga berguna. Media massa jangan hanya berpikir membuat sensasi saja dengan menggunakan berbagai cara sehingga meninggalkan fungsi utamanya. Peran sebagai kontrol sosial disini dikatakan sebagai watchdog dalam konteks sebagai pemberi penilaian, kritik dan saran kepada penguasa, parlemen, lembaga peradilan/ penegak hukum dan masyarakat.
Fungsi utama pers oleh Ryan Sugiarto adalah untuk menyiarkan informasi, baik informasi tentang peristiwa, gagasan, maupun pemikiran orang. (Ryan Soegiarto, 2009: 18). Dalam hal ini medialah yang mencari fakta dilapangan kemudian mengolah informasi yang didapat untuk dianalisa dan pada akhirnya diberitakan kepada khalayak.
Melihat fungsi tersebut, media massa di Indonesia harus memuat berita yang baik sekaligus menarik dengan syarat:
1.       Akurat (accurate), yakni singkat, padat, dan sesuai kenyataan
2.       Tepat waktu dan aktual
3.       Objektif, artinya  sama dengan fakta yang sebenarnya tanpa opini penulisnya yang dibuat-buat
4.       Menarik, artinya apa yang disajikan itu terdiri dari fakta-fakta dan kalimat yang khas, segar dan enak dibaca. (Rachmadi F, 1994: 91)
Akurat dalam arti luas dapat berarti berita/ informasi yang disampaikan kepada khalayak tepat sesuai kenyataan dengan tanpa melakukan penambahan atau pengurangan dalam informasi yang disampaikan. Informasi juga harus dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya dengan berpatokan kepada narasumber yang berkompeten tidak asal comot saja demi mengejar deadline. Jadi dapat dikatakan informasi yang akurat juga harus berimbang dengan cover both side atau tidak memihak salah satu pihak.
Selain berita/ informasi yang disampaikan harus akurat sesuai dengan fakta dan kenyataan dilapangan, berita/ informasi harus tepat dalam mengkritisi masalah dan juga harus aktual. Artinya masalah yang diberitakan harus sesuai kondisi yang ada dan juga dapat cepat disampaikan kepada khalayak sehingga berita/ informasi tersebut tidak “basi”. Dengan aktualnya berita dimedia massa harus bertindak objektif dalam pemberitaannya dengan berita yang berimbang dan juga menyingkap fakta-fakta yang ditemui dilapangan ditambah dengan konfirmasi dari berbagai narasumber. Dengan keakuratan berita yang akural dan aktual serta objektif, diharapkan berita yang dikemas menarik minat khalayak untuk menerimanya.
Dalam pasal 3 ayat 1 UU No 40 Tahun 1999, disebutkan “Pers nasional mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial”. Selain fungsi media massa tersebut diatas, pers juga memiliki peran seperti yang digariskan oleh UU No 40 Tahun 1999 yaitu:
 1. Memenuhi keinginan masyarakat untuk mengetahui kejadian atau peristiwa yang terjadi dilingkungannya.
2. Berusaha menegakkan nilai-nilai kehidupan demokrasi dalam masyarakat, mendorong penegakan aturan hukum dan hak azazi manusia (HAM) dan menghormati perbedaan dalam masyarakat.
3. Mengembangkan pendapat masyarakat secara umum berdasar informasi yang tepat, akurat dan benar.
4. Melakukan pengawasan kritis, memberikan koreksi dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat umum.
5. Memperjuangkan kebenaran dan keadilan. (Ryan Soegiarto, 2009: 20).
Dengan UU No 40 Tahun 1999 pasal 3 ayat 1 diatas, media massa dianggap sebagai salah satu agen perubahan yang amat berperan dalam perubahan dimasyarakat. Media massa dapat mendorong masyarakat kearah yang negatif atau sebaliknya kearah perbaikan menuju yang yang lebih baik. Dampak negatif misalnya masyarakat dengan mudah meniru perbuatan kriminal yang diberitakan media atau contoh lain yang sudah pernah terjadi seperti anak-anak yang meniru adegan kekerasan dan kemudian mencontohnya sehingga temannya masuk rumah sakit. Dampak positifnya, masyarakat dapat berpikir kritis terhadap kebijakan yang diterapkan pemerintah misalnya. Artinya, hegemoni negara sudah bisa dilucuti, pemerintah hanya sebagai fasilitasi dalam pembuatan atau penyusunan kebijakan.
Berita  yang mengundang kontroversi dapat dikatakan mengundang berbagai opini dan pertentangan ditatanan masyarakat. Pers dilihat atau dinilai masyarakat sehingga masyarakat dapat menentukan sikap terhadap pemberitaan sebuah informasi apakah dapat diterima atau tidak. Agar dapat diterima, pers dalam memilih dan menyajikan pemberitaan agar tetap eksis dan menjadi besar dengan cara membuat positioning dengan tahap-tahap:
1.       Menumbuhkan fanatisme pembaca
2.       Menciptakan kesetiaan pembaca
3.       Menjadikan media tersebut sebagai lambang status atau “gengsi”, dimana pembaca merasa bangga membeli atau membaca media tersebut.
(Asep Syamsul M. Romli:2006: 103)
Dalam iklim kebebasan media, menentukan kelayakan berita, meninggalkan sensor eksternal dari negara. Dengan demikian, etika menjadi signifikan dalam proses pemberitaan. Masalah muncul karena yang dominan dipakai media massa Indonesia adalah etika teknis yang amat rentan bagi publik dalam konteks kompetisi industrial. Di sisi lain, menyambut liberalisasi, kita dihadapkan fakta, ada perbedaan bentuk kontrol negara dan kontrol pasar. Perkembangan media massa dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti yang dikatakan oleh Lian Agustina Setyaningsih dalam Pers dan Demokrasi bahwa sistem pers disuatu negara dipengaruhi oleh bentuk pemerintahan, sistem komunikasi yang menjadi kebudayaan atau kebiasaan disuatu negara, tujuan, fungsi dan latar belakang politik, sosial, budaya serta idiolegi sebuah negara. (Purwanto, Edi, Happy Budi Febriasih, Lian Agustina Setyaningsih, Zulvina Nuradi Anom: 2009: 24)
Dalam perkembangannya kemudian, media massa di Indonesia memiliki efek yang kuat pada khalayak sehingga berbagai kelompok kepentingan berusaha menguasai media. Happy Budi Febriasih dalam Pers dan Demokrasi mengatakan siapa yang menguasai media massa dialah yang akan menguasai dunia. (Purwanto, Edi, Happy Budi Febriasih, Lian Agustina Setyaningsih, Zulvina Nuradi Anom: 2009: 24)
Media massa yang ada di Indonesia saat ini sudah mulai mengarah ke Pers Liberal, yang ditandai dengan, pers merasa berhak untuk menyebarkan segala macam informasi tanpa harus menyaringnya terlebih dahulu. Bahkan pers banyak yang melakukan pemotongan pernyataan narasumber sehingga makna pesan berubah dan membuat masyarakat menjadi polemik. Diperlukan suatu aturan yang bukannya membatasi gerak pers tapi untuk menjadi aturan yang membawa kemaslahatan bagi semua. Yang harus digaris bawahi adalah pers sebagai kontrol sosial yang maknanya sangat luas. Era reformasi telah membawa angin perubahan tetapi juga harus diingat pers bukan hanya untuk industrialisasi saja tetapi juga membawa misi mulia yaitu untuk memberikan warna bagi pembangunan bangsa dan negara. Dengan pembuatan UU Pers diharap dapat membuka suasana persaingan pers yang sehat dan dinamis dan juga menghindari Pers Liberal yang tanpa kekang atau kontrol. Disinilah etika pers yang menjadi pondasi bagi pelaku media.
Dari fungsi dan peran pers diatas dapat ditarik kesimpulan yang diperlukan pers ada 2 hal yaitu:
1.       Kebebasan.
2.       Tanggungjawab. (Ryan Soegiarto, 2009: 20).
Kedua hal ini, kebebasan adalah 2 hal yang tidak dapat dipisah satu dengan yang lain. Kebebasan pers bukan kebablasan pers dimana pers diberi kebebasan dengan dasar tanggung jawab terhadap pemberitaan yang dilakukan. Kebebasan diartikan sebagai kemerdekaan yang disertai kesadaran akan pentingnya penegakan hukum yang dilaksanakan oleh pengadilan dan tanggung jawab profesi yang dijabarkan dalam kode etik jurnalistik serta sesuai dengan hati nurani insan pers. (Ryan Soegiarto, 2009: 25).
Kebebasan pers sangat sulit diwujudkan karena idialitas dan realita sulit diwujudkan. Wicakso dkk mengatakan pers di Indonesia sampai 2007 dibingkai dalam kerangka sebab akibat sebagai berikut:
1.  Kebebasan berekspresi dan kebebasan berpendapat  berpotensi melahirkan kekerasan terhadap jurnalis dan media.
2.  Penegakan hukum (law enforcement) berpotensi menimbulkan perlawanan terhadap pers lebih santun melalui jalur hukum.
3.   Perlindungan pers melalui UU No 40 Tahun 1999 berdampak pada usulan perubahan UU No 40 Tahun 1999.
4.   Kebebasan pers mengakibatkan perusahaan pers yang tidak sehat.
5.   Hegemonasi konglomerasi yang sangat tinggi mengakibatkan konglomersi media. (Purwanto, Edi, Happy Budi Febriasih, Lian Agustina Setyaningsih, Zulvina Nuradi Anom: 2009: 24)
Dengan peran dan fungsi pers tersebut diatas, maka pers dikatakan sebagai pilar keempat dari demokrasi. Dikatakan oleh Edi Purwanto pers merupakan media komunikasi, informasi, dan penyaluran aspirasi masyarakat, penyambung lidah atas tindakan dan kebijakan yang diambil pemerintah. Sebaliknya juga bisa sebagai penyalur komunikasi dari rakyat kepemerintah. (Purwanto, Edi, Happy Budi Febriasih, Lian Agustina Setyaningsih, Zulvina Nuradi Anom: 2009: 67).
C.      Kesimpulan
Dengan adanya aturan kebebasan pers yang tercantum dalam UU No 40 tahun 1999 yang kemudian disempurnakan dengan UU No 32 tahun 2002 diharap menunjang peran dan fungsi media massa/ pers sebagai agen perubahan. Hal ini harus diikuti dengan kendali bahwa media massa harus memiliki tanggung jawab dari kebebasan yang telah diberikan. Kebebasan dan tanggung jawab ini merupakan kontrol sosial  terhadap masyarakat dan penguasa.


DAFTAR PUSTAKA
Romli, Asep Syamsul M. 2006. Jurnalistik Praktis Untuk Pemula. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Ruslan, Rosady. 2007. Kampanye Public Relations. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada
Rumanti, Maria Assumpta OSF. 2005. Dasar-dasar Public Relations Teori dan Praktek. Jakarta: PT Grasindo
Rachmadi, F. 1994. Public Relations Dalam Teori dan Praktek. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Soegiarto, Ryan. 2009. Mengenal Pers Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Insani Madani
Purwanto, Edi, Happy Budi Febriasih, Lian Agustina Setyaningsih, Zulvina Nuradi Anom. 2009. Pers dan Demokrasi. Malang: Program Sekolah Demokrasi